Postingan

Bersama Bantu Aksi Kopi Jujur

AKSI Satu Juta Cawan Kopi Jujur saat ini menyasar kenaikan energi staf serta petugas Palang Merah Indonesia( PMI) dengan menyalurkan kontribusi sampai mengampanyekan donor darah pada 20 April 2020. Kepala Bagian Universal PMI Provinsi DKI Jakarta Muchtar mengapresiasi kontribusi dari aksi yang didorong oleh Komunitas Kopi Jujur tersebut kepada PMI berbentuk 125 cawan kopi, 125 cawan jahe merah gula aren dan roti 250 buah sampai ikut mengampanyekan donor darah." Aku berharap warga senantiasa di rumah dan terdorong melaksanakan kontribusi kepada warga yang memerlukan serta PMI," ucapnya dalam penjelasan di Jakarta, Kamis( 16/ 4/ 2020). Terpaut donor darah, Kopi Jujur pula mengajak warga Indonesia spesialnya di daerah Jakarta berpartisipasi dalam donor darah yang dilaksanakan pada 20 April 2020 jam 10. 00- 15. 00 Wib di PMI Provinsi DKI Jakarta Jalur Kramat Raya No 47 Jakarta Pusat. Kopi Jujur hendak bekerjasama untuk meningkatkan daya tahan tubuh dengan Aksi Buka Hatimu

Faedah Sirah ke-3: Agama Islam vs Agama Kafir dan Kesyirikan

Lanjutan ………. Al-Imam asy-Syafii rahimahullah berkata: فَكَانُوا قَبْلَ إنْقَاذِهِ إيَّاهُمْ بِمُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم أهْلَ كُفْرٍ فِي تَفَرُّهِِمْ وَاجْتِمَاعِهِمْ، يَجْمَعُهُمْ أعْظَمُ الأمُورِ : الْكُفْرُ باللهِ وابْتِدَاعُ مَا لَمْ يَأذَنْ بِهِ اللهُ تَعَالَى عَمَّا يَقُولُونَ عُلُوًّ كَبِيرًا، لاَ إلهَ غَيرُهُ وَسُبْحَانَهُ وَبِحَمْدِهِ رَبُّ كُلِّ شَيءٍ وَ وَخَالِقُهُ “Sebelum Ia (Allah) menyelamatkan mereka dengan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mereka dahulu adalah orang-orang kafir dalam perpecahan dan dalam persatuan mereka. Mereka disatukan oleh perkara terparah, yaitu: kekafiran kepada Allah dan mengada-adakan (membuat bid’ah) ajaran/tuntunan/tata cara ibadah  yang tidak diijinkan oleh Allah , Maha Tinggi Allah dan amat tingginya dari apa yang mereka ucapkan. Tidak ada sesembahan (yang benar selain Dia. Dan Maha Suci Dia dan Maha Terpuji, Rabb segala sesuatu dan Penciptanya.” (Ar-Risalah: 22) Sebenarnya telah kita sampaikan ucapan al-Imam as

Peran Ibunda al-Imam asy-Syafii dalam Pendidikan Putranya

Allah subhanahu adalah Dzat Yang Maha Berkehendak. Rahmat-Nya juga sangat luas dan pasti akan sampai kepada siapa saja yang Ia kehendaki untuk dirahmatiNya. Salah satu karunia besar yang diberikan kepada al-Imam asy-Syafi'i adalah ibundanya yang sangat paham akan pentingnya mencari ilmu (agama). Sehingga meskipun hidup sebagai anak yatim dan ibundanya tidak memiliki harta, jadilah Muhammad bin Idris menjadi al-Imam asy-Syafi'i yang kita kenal hingga sekarang sebagai salah seorang imam besar. Kemiskinan dan hidup sebagai anak yatim tidak menjadi penghalang bagi beliau untuk menggapai kedudukan yang tinggi. Tentunya ini semua atas kehendak dan karunia Allah, kemudian keinginan yang kuat dari ibundanya. Al-Imam asy-Syafi'i menuturkan sendiri tentang kondisi ibunya yang miskin: "Aku tumbuh sebagai seorang yatim di bawah asuhan ibuku, dan tidak ada harta pada beliau yang bisa diberikan kepada guruku. Dan ketika itu guruku merasa lega dariku hanya dengan aku menggantikannya

Imam Asy-Syafii: Keterbatasan Akal Manusia

Berkata al-Imam asy-Syafii rahimahullah: كما أن للعين حدا تقف عنده كذلك للعقل حد يقف عنده Sebagaimana mata memiliki keterbatasan yang ia pasti berhenti padanya, maka akal juga memiliki keterbatasan yang ia harus berhenti padanya. (Adabus Syafii) Sangat benar apa yang dinyatakan oleh al-Imam asy-Syafii di atas. Masing-masing dari kita telah merasakan keterbatasan mata kita. Bagaimana ketika di malam hari ketika tiba-tiba listrik padam? Itulah keterbatasan mata kita. Seketika itu pula kita tidak bisa melihat apapun. Demikianlah ketika mata tidak mendapatkan cahaya. Tidak bisa melihat apapun. Ketika ada setitik cahaya ia bisa melihat dengan remang-remang. Demikian pula halnya dengan akal manusia. Sebagaimana tubuh manusia yang serba terbatas, akal juga memiliki keterbatasan yang ia harus berhenti ketika itu. Sebagai bukti terbatasnya akal, adakah orang yang bisa menjelaskan dimana ruhnya? Atau seperti apa ruhnya? وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيت

Al-Huruf al-Muqaththa’ah Di Awal Surat-Surat al-Qur’an

Huruf-huruf hijaiyah yang ada di awal-awal surat seperti (الم) dan semisalnya ini disebut sebagai al-huruf al-muqaththa’ah . Ada 29 (dua puluh sembilan) surat yang diawali dengan huruf muqaththa’ah ini, yang pertama Surat al-Baqarah dan yang akhir Surat al-Qalam. Misalnya: ن, ص, ق, طه, يس, حم, طس, كهيعص dan lainnya. Cara membacanya adalah dengan mengucapkan seperti: nun, shad, qaf, thaha, yasiin, hamiim, alif lam mim, alif lam ra, alim lam mim ra, alim lam mim shad, tha siim miim, kaf ha ya ‘ain shad, dan semisalnya. Tidak ada riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang menafsirkan tentangnya, sehingga ayat ini termasuk ayat mutasyabih yang ilmunya Allah simpan di sisi-Nya. Meskipun datang riwayat-riwayat dari para ulama dulu yang menyatakan bahwa itu adalah nama surat. Ada yang mengatakan bahwa itu adalah nama Allah sebagai bentuk sumpah dengannya. Tetapi pendapat-pendapat itu mempunyai kelemahan. Bagi yang berkenan bisa melihat di Tafsir al-Qur’an al-‘Azh

Perjalanan Imam Syafii ke Madinah dan Pertemuan dengan Imam Malik

Berikut ini akan dibawakan tentang perjalanan Imam Syafii dalam mencari ilmu. Sebelum Imam Syafii mengadakan perjalanan menuju Imam Malik, beliau mengadakan persiapan untuk pertemuan itu. Beliau menghafal Kitab al-Muwaththa. Sebagian riwayat menjelaskan bahwa beliau menghafalnya pada umur sepuluh tahun, pada sebagian riwayat yang lain dikisahkan bahwa beliau menghafalnya pada saat umur tiga belas tahun. (Tawali at-Ta’sis hal 54) Imam asy-Syafii mengisahkan kisah perginya kepada Imam Malik: “Aku keluar dari Mekkah, kemudian aku menetap tinggal bersama suku Hudzail di pedalaman dimana aku mempelajari ucapan mereka dan mengambil bahasa mereka, suku Hudzail ini adalah bangsa arab yang paling fasih, aku tinggal bersama mereka selama beberapa masa, dimana aku pergi dan tinggal bersama mereka. Ketika aku kembali ke Mekkah, aku mulai mendendangkan syair dan aku menyebutkan sejarah orang-orang dulu. Kemudian ada seorang dari orang Zuhriy melewati aku dan berkata kepadaku: ‘Wahai Abu Abdillah (s

Masa Kecil Imam asy-Syafii dan Semangatnya Menuntut Ilmu Agama

Imam asy-Syafii tumbuh di Gaza dalam keadaan yatim, setelah ayah beliau meninggal di sana. Sehingga beliua hidup dalam keadaan fakir miskin dan yatim, serta jauh dari kerabat. Namun semua ini tidak berpengaruh buruk kepada beliau setelah Allah memberikan taufik kepada kemudahan untuk menempuh metode yang benar. Setelah ibu beliau membawa beliau ke Makkah atau daerah dekat Makkah, beliau mulai menghafal al-Qur’an. Dikatakan bahwa beliau menyelesaikannya pada waktu berumur tujuh tahun. Beliau mengisahkan dirinya: “Aku dulu hidup yatim dibawah pengasuhan ibuku. Dan ibuku tidak punya harta yang diberikan untuk seorang pengajar. Namun pengajar itu ridha dengan aku menggantikannya jika dia pergi. Setelah aku mengkhatamkan al-Qur’an, aku masuk masjid dan duduk di majlis-majlis ulama sampai aku menghafal satu hadits atau satu masalah. Dan rumah kami berada di Syi’b al-Khaif. Dulu aku mencatat ilmu di tulang, jika sudah banyak aku taruh di satu keranjang besar.” (Tawali at-Ta’sis 54) Setelah be